Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease 2019 (COVID-19). Apa artinya? Yuk, pahami lebih jelas arti pandemi pada COVID-19.
Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak korban, serempak di berbagai negara. Sementara dalam kasus COVID-19, badan kesehatan dunia WHO menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi penyakit COVID-19.
Dengan ditetapkannya status global pandemic tersebut, WHO sekaligus mengonfirmasi bahwa COVID-19 merupakan darurat internasional. Artinya, setiap rumah sakit dan klinik di seluruh dunia disarankan untuk dapat mempersiapkan diri menangani pasien penyakit tersebut meskipun belum ada pasien yang terdeteksi.
Perbedaan wabah, epidemi, dan pandemi
Saat WHO menetapkan status pandemi global terhadap COVID-19, WHO mencatat ada 118.000 kasus penyakit tersebut yang tersebar di 110 negara di seluruh dunia. Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat itu menyebutkan bahwa penyakit itu tak lagi sekadar krisis kesehatan publik, melainkan krisis yang menyentuh seluruh aspek kemanusiaan. Karena itu, tiap individu harus ikut menghentikan penyebaran virus.
Bersamaan dengan penyebaran COVID-19, kita kerap mendengar istilah wabah, epidemi, juga pandemi. Sebetulnya, apa perbedaan dari ketiga istilah tersebut? Baik epidemi maupun pandemi sejatinya punya arti yang serupa, tapi tak sama dengan wabah. Kata wabah sendiri bisa diartikan sebagai melonjaknya jumlah kasus penyakit tertentu di tempat tertentu.
Baca juga: 6 Hal yang Harus Dipersiapkan Ketika Harus Kembali Masuk Kantor Setelah Lama WFH
Yang membedakan epidemi dan pandemi adalah, kedua kata tersebut memiliki rujukan tentang skala. Karena, kedua kata itu biasanya dipergunakan oleh lembaga yang mengurus kesehatan masyarakat, baik di tingkat negara maupun dunia.
Epidemi biasa digunakan untuk menyebut wabah dalam skala yang besar. Sedangkan pandemi biasa digunakan untuk merujuk ke wabah yang memiliki skala global.
Namun yang patut kita ingat, masing-masing lembaga kesehatan punya batasan dan definisi yang berbeda untuk mengklasifikasikan wabah sebagai penyakit. Ambil contoh istilah pandemi.
Lembaga kesehatan masyarakat Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), akan menyebut penyakit akibat sebuah virus sebagai pandemi apabila virus tersebut bisa menginfeksi orang dengan mudah dan menyebar dari orang ke orang dengan cara yang efisien dan berkelanjutan di berbagai wilayah.
Sementara organisasi kesehatan dunia WHO mengartikan pandemi sebagai penyebaran penyakit baru di tingkat dunia. Namun, WHO menetapkan beberapa kriteria tambahan yang lumayan rumit untuk menyebut penyebaran penyakit baru sebagai pandemi.
Baca juga: Susun Perencanaan Keuanganmu dalam 6 Aspek Ini
Status pandemi ini meningkat dari status PHEIC
Dalam kasus penyebaran COVID-19, WHO juga tak serta merta menempelkan label pandemi pada penyakit tersebut. Jika melihat ke belakang, WHO pertama kali mendapat laporan tentang COVID-19 di China pada 31 Desember 2019.
Berselang satu bulan sejak laporan tersebut, atau tepatnya 30 Januari 2020, Emergency Committee WHO menetapkan penyebaran wabah virus corona baru sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Pada saat status tersebut diumumkan, WHO sudah mencatat ada 83 kasus COVID-19 di 18 negara selain China. Dari seluruh pasien itu, hanya tujuh yang tidak pernah melakukan perjalanan ke China.
Sementara di China, ada 7.711 kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di saat status PHEIC dibuat. Dari total kasus yang terkonfirmasi, 1.370 termasuk kasus berat yang mengakibatkan 170 orang meninggal.
Dengan mendeklrasikan status PHEIC itu, WHO merekomendasikan seluruh negara untuk mengantisipasi COVID-19, seperti melakukan pengawasan dan deteksi dini secara aktif. Pemerintah di tiap negara juga diharapkan melakukan kebijakan pemutusan penyebaran virus corona, seperti memberlakukan contact tracing.
Sejarah mencatat, pemberlakuan status PHEIC tak serta merta mengerem penyebaran virus corona baru. Alih-alih berkurang, kasus COVID-19 justru melonjak di Eropa, terutama di Italia. Peningkatan kasus COVID-19 juga terjadi di Amerika Serikat.
Baca juga: Kenali Serba-serbi New Normal agar Kamu Siap Menghadapinya
Penyakit dan virus apa saja yang pernah berdampak luas di dunia?
Ya, memang hanya upaya bersama saja yang bisa menghentikan penyebaran COVID-19. Catatan saja, virus penyebab COVID-19, atau yang dikenal dengan nama SARS-CoV2 atau 2019-nCoV, bukanlah virus pertama yang penyebarannya merajalela di tingkat dunia. Berikut beberapa virus dan penyakit yang penyebarannya mencapai tingkat dunia:
1. Virus ebola
Kendati sudah terdeteksi pada tahun 1976 di wilayah Kongo, virus ini baru tersebar secara masif di periode 2013-2016. Dalam penyebaran di periode terakhir itu, WHO menetapkan penyebaran virus ebola sebagai PHEIC. Itu sebabnya, beberapa penerbitan populer juga menyebut ebola sebagai pandemi.
2. Flu babi atau swine flu
Penyakit yang disebabkan oleh virus H1N1 ini merupakan yang terakhir yang dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO. Pertama kali terdeteksi di Meksiko pada 2009, virus H1N1 menyebar ke berbagai kawasan di Amerika Serikat dan negara lain, setahun kemudian. Flu babi mengakibatkan sekitar setengah juta korban jiwa di seluruh dunia.
3. Sindrom pernafasan akut (SARS)
Karena memiliki banyak kesamaan, penyakit ini kerap diperbandingkan dengan COVID-19. Salah satu kesamaan itu adalah nama virus yang menyebabkan SARS dan COVID-19, yaitu corona. Struktur dari kedua virus corona itu pun disebut-sebut sangat mirip. Sama seperti COVID-19, SARS pertama kali tercatat di China. Setelah terekam di 2003, SARS kemudian menyebar ke sedikitnya 17 negara lainnya. Kendati menyebabkan korban jiwa hingga mendekati 800 nyawa di sekitar 18 negara, SARS tidak diklasifikasikan sebagai pandemi.
4. Flu Spanyol
Di luar ketiga virus di atas, sejarah dunia juga pernah mencatat penyebaran wabah penyakit yang sangat luas. Salah satunya flu Spanyol. Penyakit ini mencengkeram dunia selama 1918 sampai 1920. Pergerakan tentara yang terjadi di masa Perang Dunia Pertama turut memperparah penyebaran virus penyakit ini. Sebanyak 500 juta orang disebut-sebut terinfeksi virus flu spanyol. Sementara korban jiwa akibat penyakit ini berdasarkan wikipedia setidaknya mencapai 50-100 juta jiwa.
5. Kolera
Wabah kolera terjadi paling tidak 10 kali selama abad ke-19 hingga abad ke-20. Dan, total jumlah korban jiwa akibat wabah kolera diperkirakan mencapai puluhan juta jiwa. Di Indonesia, kolera terakhir kali menjadi wabah di sekitar tahun 1960-an hingga pertengahan dekade 1970-an.
Baca juga: Pahami Konsep dan Prinsip-prinsip Asuransi agar Kamu Bisa Menikmati Manfaatnya
Setiap pandemi yang terjadi diberbagai belahan dunia dan periode waktu tertentu selalu menimbulkan korban jiwa yang besar. Oleh karena itu kita harus ekstra waspada dan tidak boleh menganggap remeh.
Mengingat COVID-19 masih menjadi pandemi, jangan lupa untuk tetap jaga kesehatan agar diri terhindar dari virus penyakit tersebut. Caranya ialah dengan tetap melakukan social distancing dan tetap berkegiatan #DiRumahAja. Dengan memiliki kesehatan yang terus terjaga, Kamu tetap dapat berkegiatan dengan tenang meski virus tetap bertebaran di luar sana. Tetap semangat dan jaga kesehatan, ya!