Selama ini, berkembang berbagai teori mengenai awal kemunculan virus Corona (SARS-CoV-2), penyebab COVID-19. Teori pertama, yang banyak diamini oleh para ahli, yaitu kemunculan virus berasal dari pasar hewan ilegal. Teori kedua, yang banyak diyakini oleh penganut konspirasi adalah virus merupakan senjata biologi buatan pemerintah Tiongkok. Teori ketiga, virus tersebut entah sengaja atau tidak, bocor dari laboratorium.
Untuk teori ketiga, pihak Amerika mungkin yang paling gencar memberikan tuduhan. Mereka juga menuduh jika laboratorium Institut Virologi Wuhan (WIV) yang terletak di Wuhan memiliki masalah keamanan serius dan tidak memiliki sumber daya terlatih untuk mengoperasikan laboratorium yang memuat berbagai sampel virus berbahaya.
Sebelum masuk ke faktanya, mari berkenalan dulu dengan sosok ‘Bat Women’ alias wanita pemburu kelelawar asal Wuhan. Julukan tersebut disematkan pada Shi Zhengli, ahli virus asal Tiongkok yang telah 16 tahun keluar-masuk gua kelelawar demi meneliti virus. Menariknya, awalnya Shi juga sempat curiga jika Corona memang bocor dari tempat isolasi di laboratorium miliknya.
Perjalanan Bat Women Berburu Virus
Semua bermula pada 2004, ketika Shi meneliti kelelewar di Gua Shitou, provinsi Yunnan, Tiongkok. Dalam masa perburuan kelelawar, Shi dan timnya memasang jaring di gua sebelum senja dan kemudian menunggu makhluk nokturnal itu keluar untuk mencari makan. Setelah kelelawar terperangkap, para peneliti mengambil sampel darah, air liur, serta feses. Sampel-sampel virus temuan Shi dan timnya kemudian disimpan di Laboratorium Virologi Wuhan.
Pada 2015, Shi dan timnya mengumpulkan sampel darah dari lebih 200 penduduk di empat desa dekat Gua Shitou. Enam orang ditemukan memiliki antibodi virus SARS, meskipun tidak ada dari mereka yang pernah menangani satwa liar, mengalami gejala mirip SARS, atau gejala mirip pneumonia. Meski demikian, penduduk desa mengatakan bahwa mereka telah melihat kelelawar terbang di sekitar desa.
Tiga tahun sebelumnya, Shi menyelidiki virus dari tambang di pegunungan Yunnan, tempat 2 penambang tewas dan 6 penambang menderita penyakit seperti pneumonia. Meski penyakit yang menimpa mereka ternyata disebabkan oleh jamur, para peneliti menemukan berbagai kelompok virus Corona dari 6 spesies kelelawar di gua tambang pegunungan Yunnan. Shi khawatir, virus tersebut bisa menyebar jika tambang tidak segera ditutup.
Baca juga: Yuk, Update 3M Menjadi 5M untuk Cegah COVID-19!
Virus Corona penyebab COVID-19 Bukan Berasal dari Kebocoran Laboratorium
Dalam perjalanan di kereta pada 30 Desember 2019, Shi berdiskusi dengan timnya. Itu merupakan saat paling mencemaskan dalam hidupnya. Dia khawatir kalau virus yang menginfeksi ribuan orang di Wuhan adalah virus yang berasal dari laboratorium tempatnya bekerja.
Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti. Setelah melalui rangkaian pengujian, Shi merasa lega karena virus Corona penyebab pandemi saat ini bukanlah salah satu virus yang ia temukan. Hanya saja, rangkaian utuh DNA dan RNA dari virus Corona 96% identik atau memang menyerupai virus yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda di Gua Shitou Yunnan. Hal inilah yang memunculkan fakta, virus Corona (SARS-CoV-2) berasal dari kelelawar.
Fakta virus penyebab Covid-19 tidak berasal dari laboratorium tempat Shi bekerja juga diperkuat dari penemuan WHO. Menurut WHO, laboratorium Virologi Wuhan merupakan salah satu laboratorium dengan tingkat biosafety tertinggi di dunia. Selain itu, tidak ada bukti kalau sampel virus Corona yang mereka kumpulkan telah bocor.
Pernyataan ini diperkuat oleh Epidemiolog asal Amerika, Joana Mazet. Ia merupakan pakar yang pernah bekerja, bahkan melatih para peneliti di Laboratorium Virologi Wuhan. Joana mengatakan, sangat tidak mungkin virus penyebab COVID-19 berasal dari kecelakaan lab.
Baca juga: Kenali Long Covid, Gejala Covid-19 Berkepanjangan Meski Sudah Dinyatakan Sembuh
Pasar Hewan Liar diduga Menjadi Gerbang Masuknya Virus Corona
Lantas bagaimana virus yang berasal dari sebuah gua di Yunnan dapat merebak di Wuhan? Padahal jarak Yunnan dan Wuhan mencapai 1.800 km. Para peneliti menduga, hewan lain bisa berperan sebagai inang. Dalam hal ini, manusia terinfeksi karena mengonsumsi hewan liar yang terinfeksi virus Corona dari kelelawar.
Peneliti memperkirakan bahwa trenggiling merupakan inang perantara. Ini berdasarkan temuan virus mirip SARS-CoV-2 pada trenggiling yang disita dalam operasi antipenyeludupan di Tiongkok selatan.
Sejak 24 Febuari 2020, Tiongkok mengumumkan larangan permanen atas konsumsi dan perdagangan satwa liar kecuali untuk tujuan penelitian, pengobatan, atau pameran. Hal ini berdampak pada kerugian senilai $76 miliar dan membuat sekitar 14 juta orang kehilangan pekerjaan.
Beberapa menyambut inisiatif tersebut, sementara peneliti justru khawatir. Tanpa upaya untuk mengubah kepercayaan tradisional masyarakat atau untuk memberikan mata pencaharian alternatif, larangan ini dapat membuat bisnis ilegal makin subur. Hal ini dapat membuat deteksi penyakit menjadi lebih sulit. Pasalnya, makan satwa liar telah menjadi bagian dari tradisi budaya di Tiongkok selama ribuan tahun dan kebijakan ini tidak akan mengubah keadaan dalam semalam.
Bagaimanapun, kata Shi, "Perdagangan dan konsumsi satwa liar hanyalah sebagian dari masalah." Pembasmian kelelawar juga bukan solusi. Kelelawar bermanfaat dalam mempromosikan keanekaragaman hayati dan keberlangsungan ekosistem dengan memakan serangga dan membantu penyerbukan tanaman.
Menurut Gregory Gray, epidemiolog asal Amerika, pendekatan yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan secara teratur terhadap populasi manusia yang berisiko tinggi. Misalnya petani, penambang, penduduk desa. yang tinggal di dekat kelelawar, dan orang yang berburu atau menangani satwa liar.
“Hanya dengan begitu kita dapat menangkap wabah sebelum berubah menjadi epidemi,” katanya. Gray juga menambahkan bahwa strategi tersebut berpotensi menghemat ratusan miliar dolar yang dapat ditimbulkan oleh epidemi seperti yang sedang terjadi saat ini.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Ketika Kita Sudah Sembuh dari Covid-19?
Kembali ke Wuhan, sang Bat Women merasa tertekan terhadap berkembangnya konspirasi di internet dan pemberitaan media yang menyebutkan SARS-CoV-2 merebak karena kebocoran labnya. Meski merasa disudutkan, alih-alih diapresiasi atas jasanya, hal ini tidak menghentikan langkahnya sebagai wanita pemburu kelelawar.
“Virus Corona yang dibawa kelelawar akan menyebabkan lebih banyak wabah,” kata Shi dengan nada pasti. “Kita harus menemukan mereka sebelum mereka menemukan kita.”
Referensi:
Desai, D. National Post (2020). Cave full of bats in China identified as source of virus almost identical to the one killing hundreds today.
Qiu, J. Scientific American (2020). How China’s ‘Bat Woman’ Hunted Down Viruses from SARS to the New Coronavirus.
Ridhoo, M. Pikiran Rakyat (2021). WHO Ungkap Hasil Penyelidikan: Dugaan Kebocoran Lab Wuhan Tak Bisa Jelaskan Asal Virus Corona.