Cara Mencegah Penularan Hepatitis B
dari Ibu ke Anak

24 Juli 2024 | Allianz Indonesia
90% hepatitis B ditularkan ibu ke anak! Lantas, apa saja gejala hepatitis B dan bagaimana cara mencegahnya? Ini informasi selengkapnya. 
Hepatitis B adalah salah satu infeksi serius pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) dan menjadi perhatian utama dalam dunia kesehatan. Di Indonesia, penularan hepatitis B dari ibu ke anak menjadi salah satu penyebab utama tingginya prevalensi penyakit ini. Infeksi ini tidak hanya membahayakan kesehatan sang ibu, tetapi juga menimbulkan risiko besar bagi bayi yang dilahirkan.
 
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami cara penularan hepatitis B dari ibu ke anak, risiko yang dihadapi, dan langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Penyakit ini dapat menimbulkan peradangan pada hati dan berpotensi menjadi kronis jika tidak ditangani dengan baik. Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 2 miliar orang di dunia telah terinfeksi hepatitis B, dengan sekitar 240 juta di antaranya mengalami infeksi kronis.
 
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi hepatitis B (HBsAg) secara umum mencapai 71% atau sekitar 18 juta penduduk Indonesia. Bahkan diinformasikan dari CNN Indonesia, jika ibu hamil terinfeksi virus hepatitis B, maka ada kemungkinan sekitar 90 persen anaknya akan terinfeksi virus yang sama.
 
Salah satu penyebab utama tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah penularan dari ibu ke anak. Dilansir dari Sehat Negeriku Kemenkes, sebagian besar kasus hepatitis B ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya, baik sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, maupun saat menyusui. Virus hepatitis B pada bayi berpotensi untuk berkembang menjadi Bayi hepatitis B kronis.
 
Selain itu, hepatitis B juga dapat menular melalui hubungan seksual tanpa pengaman (kondom) dengan orang yang terinfeksi, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, alat cukur, gunting kuku, alat tato, alat tindik, dan berbagi barang pribadi lainnya yang terkontaminasi darah penderita hepatitis B.
 
Namun, hepatitis B tidak akan menular melalui aktivitas sehari-hari seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman, batuk, bersin, atau berbagi makanan dan minuman. 
Penularan hepatitis B dari ibu ke anak, yang sering disebut sebagai transmisi vertikal, terjadi saat virus ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya. Berikut adalah beberapa momen kritis di mana penularan ini bisa terjadi:
  • Selama Kehamilan: Virus hepatitis B dapat menular dari ibu ke janin melalui plasenta.
  • Saat Persalinan: Proses kelahiran merupakan momen dengan risiko tinggi, terutama jika terjadi kontak antara darah ibu dan bayi.
  • Setelah Kelahiran: Penularan juga bisa terjadi melalui proses menyusui, meskipun ini lebih jarang dibandingkan dengan dua momen kritis sebelumnya.
Gejala hepatitis B pada awal infeksi seringkali tidak terlihat. Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun, bahkan hingga 30 tahun.
 
Gejala yang mungkin muncul antara lain lemas, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri otot dan persendian, demam ringan, rasa tidak nyaman di area hati, serta penyakit kuning pada mata atau jaundice yang hilang timbul secara bergantian.
 
Pada kondisi yang lebih parah, dapat terjadi pembengkakan perut yang berisi cairan, bengkak di kaki, sesak napas, dan penurunan kesadaran. 
Sebagian besar anak yang terinfeksi hepatitis B, terutama yang berusia di bawah 5 tahun, tidak menunjukkan gejala. Gejala hepatitis B pada anak yang lebih besar biasanya muncul 3 sampai 4 bulan setelah virus masuk ke dalam tubuh dan dapat meliputi:
● Kehilangan nafsu makan
● Kelelahan
Urine berwarna gelap
● Kulit gatal
● Nyeri otot dan sendi
● Sakit perut
● Mual dan muntah
● Diare
● Penyakit kuning (jaundice)
 
Komplikasi serius yang dapat terjadi akibat hepatitis B kronis di antaranya adalah sirosis hati, kanker hati, dan gagal hati. Sirosis hati terjadi ketika sebagian besar hati mengalami kerusakan permanen dan tidak dapat berfungsi normal. Komplikasi ini membutuhkan penanganan medis yang tepat dan cepat untuk mencegah kondisi yang lebih parah.
 
 
Untuk mengatasi tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia, dilansir dari Sehat Negeriku Kemenkes dan CNN, pemerintah dan berbagai lembaga kesehatan telah melakukan berbagai upaya pencegahan yang komprehensif, diantaranya adalah
 
1. Pemeriksaan Hepatitis B pada Ibu Hamil
Pemeriksaan rutin hepatitis B pada semua ibu hamil adalah langkah pertama yang krusial. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi infeksi pada tahap awal sehingga langkah pencegahan dapat segera diambil. Pada tahun 2022, pemeriksaan hepatitis B telah dilakukan kepada ibu hamil di 489 kabupaten/kota dengan jumlah yang diperiksa melebihi 32 juta orang.
 
2. Vaksinasi Bayi Baru Lahir
Pemberian vaksin hepatitis B dosis pertama pada bayi baru lahir dalam waktu 24 jam setelah kelahiran sangat penting untuk mencegah penularan. Vaksin ini dilanjutkan dengan dosis-dosis berikutnya sesuai dengan jadwal imunisasi nasional.
 
3. Pemberian Immunoglobulin (HBIg)
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B diberikan imunoglobulin hepatitis B dalam waktu 12 jam pertama setelah kelahiran. Ini membantu memperkuat sistem kekebalan bayi dalam melawan virus.
 
4. Pemberian Obat Antivirus pada Ibu Hamil
Sejak tahun 2022, ibu hamil yang terdiagnosis hepatitis B diberikan obat antivirus tenofovir disoproxil fumarate untuk mengurangi viral load dan risiko penularan kepada bayi.
 
Pemberian obat ini sudah dilakukan di 180 fasilitas kesehatan yang tersebar di 34 kabupaten/kota dengan 17 provinsi. Harapannya pada tahun 2029 semua kabupaten/kota dapat menerima obat ini.
 
5. Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Masyarakat diimbau untuk menerapkan PHBS untuk mencegah penularan hepatitis B. Ini termasuk menggunakan alat medis yang steril, tidak berbagi barang pribadi seperti sikat gigi atau pisau cukur, dan menjaga kebersihan secara umum.
 
Dilansir dari Siloam Hospital, pengobatan hepatitis B bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Untuk hepatitis B kronis, pengobatan biasanya melibatkan penggunaan obat antivirus seperti lamivudin, telbivudine, tenofovir, dan entecavir, serta suntikan interferon.
 
Pasien harus patuh dan disiplin dalam menjalani pengobatan serta rutin memeriksakan diri ke dokter untuk memantau perkembangan penyakit. Dalam beberapa kasus, jika kerusakan hati sudah parah, dokter mungkin akan menganjurkan transplantasi hati. 
 
Lebih lengkapnya, masyarakat diimbau untuk melakukan langkah-langkah sederhana seperti:
  • Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
  • Tidak berbagi sikat gigi atau pisau cukur dengan orang lain.
  • Memastikan alat-alat pribadi yang digunakan di tempat umum seperti salon atau klinik steril dan higienis.
Hepatitis B merupakan penyakit serius yang membutuhkan perhatian khusus. Penularan dari ibu ke anak menjadi penyebab utama tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk melakukan deteksi dini.
 
Vaksinasi, pola hidup sehat, dan pemeriksaan rutin adalah kunci untuk melindungi diri dan orang-orang terdekat dari infeksi hepatitis B. Dengan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat, kita bisa bersama-sama mengurangi prevalensi hepatitis B dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat. 
Author: Allianz Indonesia
Allianz memulai bisnisnya di Indonesia dengan membuka kantor perwakilan di tahun 1981. Kini Allianz Indonesia hadir untuk bisnis asuransi umum, asuransi jiwa, kesehatan, dana pensiun dan asuransi syariah yang didukung oleh lebih dari 1.400 karyawan dan lebih dari 20.000 tenaga penjualan dan ditunjang oleh jaringan mitra perbankan dan mitra distribusi lainnya untuk melayani lebih dari 7 juta tertanggung di Indonesia.
Pilihan Artikel yang direkomendasikan

Nov 08, 2023

Okt 26, 2023