Dilansir dari Alodokter, Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah gangguan kesehatan mental yang terjadi setelah seseorang melihat atau mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, bahkan traumatis. Masalah kesehatan mental ini juga disebut dengan gangguan stres pascatrauma.
PTSD juga sering disebut dengan gangguan kecemasan karena membuat pengidapnya teringat pada peristiwa traumatis. Kejadian tersebut seperti bencana alam, kecelakaan, perang, hingga pelecehan seksual.
Akan tetapi, tidak semua orang yang mengalami atau mengingat kejadian yang traumatis termasuk seseorang yang positif PTSD. Sebab, terdapat ciri khusus yang dijadikan pedoman oleh ahli kesehatan untuk menentukan apakah seseorang mengidap PTSD.
Penyebab PTSD
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penyebab utama PTSD adalah melihat langsung atau mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan sehingga memicu munculnya trauma.
Meski demikian, belum dapat diketahui pasti mengapa kejadian tersebut mengakibatkan munculnya PTSD pada beberapa orang. Ahli kesehatan hanya menduga jika kondisi tersebut terjadi karena gabungan dari hal-hal berikut ini.
Memiliki pengalaman traumatis atau tidak menyenangkan.
Adanya riwayat masalah kesehatan mental dalam keluarga.
Memiliki kepribadian bawaan temperamental.
Adapun, kejadian yang paling sering dihubungkan dengan kondisi PTSD, yaitu:
Kecelakaan.
Perang.
Bencana alam.
Kekerasan fisik dan verbal, termasuk bullying.
Pelecehan seksual.
Kondisi medis yang mengancam nyawa.
Prosedur medis tertentu, misalnya operasi.
Gejala PTSD
Jika dilihat secara sekilas, terutama setelah seseorang mengalami atau melihat kejadian yang tidak menyenangkan maupun traumatis, gejala PTSD hampir sama dengan kondisi Stockholm Syndrome.
Durasi munculnya gejala dan tingkat keparahannya juga tidak sama untuk setiap orang yang mengalaminya. Secara umum, gejala yang mengarah pada PTSD adalah:
1. Ingatan pada kejadian yang traumatis
Pengidap PTSD kerap kali teringat pada kejadian yang membuatnya mengalami trauma. Bukan tidak mungkin pengidap seperti mengulang atau mengalami kembali peristiwa itu.
Ingatan ini juga kerap kali muncul sebagai mimpi buruk, sehingga pengidap merasa sangat tertekan dan cenderung mengalami gangguan tidur.
2. Menunjukkan kecenderungan untuk selalu mengelak
Pengidap PTSD juga sering kali mengelak untuk membicarakan kejadian yang membuatnya mengalami trauma.
Inilah sebabnya, pengidap akan sebisa mungkin menghindari aktivitas, tempat, maupun orang-orang yang terlibat dengan peristiwa traumatis yang dialaminya.
3. Perasaan dan pikiran negatif
Gejala lain dari PTSD adalah memiliki perasaan dan pikiran negatif. Pengidap akan sering menyalahkan diri sendiri dan orang lain, kehilangan minat di semua aktivitas maupun hobi yang sebelumnya sangat disukai, dan sering kali menunjukkan keputusasaan.
Tak jarang, pengidap akan lebih senang menghabiskan waktu sendiri dan kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
4. Menunjukkan perubahan emosi dan perilaku
Lebih dari itu, pengidap PTSD pun memiliki ketakutan yang tidak beralasan, atau sering kali marah meski tidak dipicu oleh memori akan kejadian traumatis. Hal ini tentu saja akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Bahkan, pengidap masalah kesehatan mental ini pun sering kesulitan berkonsentrasi dan mendapatkan tidur yang berkualitas. Di beberapa kondisi, ada pula pengidap yang terkena alexithymia, kondisi ketika seseorang tidak mampu mengenali emosi dirinya sendiri.
PTSD adalah gangguan mental yang tidak hanya terjadi pada dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja. Meski begitu, gejala pada anak bisa dikatakan cukup unik, misalnya:
Mereka kerap kali mengulang kejadian trautmatis yang dirasakannya melalui permainan.
Takut berpisah dengan orang tua maupun saudara atau orang terdekatnya, meski hanya beberapa saat.
Kerap mengompol, padahal sebelumnya bisa buang air kecil di toilet.
Pengobatan PTSD
Guna mendapatkan metode penanganan yang sesuai, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pengidap. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tahu gejala yang dirasakan oleh pengidap, apakah mungkin ada kaitannya dengan penyakit fisik atau riwayat kesehatan dari keluarga.
Apabila tidak ditemukan adanya masalah kesehatan fisik yang mengacu pada gejala, maka dokter akan melanjutkan pemeriksaan kesehatan mental pada pengidap. Seseorang dapat disebut mengidap PTSD apabila pernah mengalami kejadian berikut ini sebelum muncul gejala:
Mengalami kejadian traumatis dalam hidupnya secara langsung.
Melihat langsung atau mendengar kejadian traumatis yang dialami oleh orang lain, terutama orang terdekat.
Terbayang atau teringat peristiwa traumatis atau tidak menyenangkan secara tidak sengaja.
Guna memastikan bahwa seseorang memang mengidap PTSD, gejala yang muncul setelah mendapatkan, melihat, atau mendengar kejadian traumatis harus terjadi secara intens selama satu bulan atau lebih.
Selain itu, seseorang juga bisa disebut mengidap PTSD jika gejala yang muncul menyebabkan terganggunya aktivitas harian, terlebih yang berkaitan dengan pekerjaan, pendidikan, dan relasi. Umumnya, berikut cara menangani PTSD yang tepat:
1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah opsi pertama yang paling sering digunakan untuk mengobati PTSD maupun beberapa kondisi kesehatan mental lainnya. Apabila gejala yang muncul telah masuk dalam kategori parah, dokter biasanya akan mengombinasikan antara psikoterapi dengan obat.
Metode pengobatan ini bisa dilakukan secara individu atau kelompok dengan pengidap lainnya. Adapun, jenis pengobatan psikoterapi untuk PTSD adalah:
Terapi perilaku kognitif yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif menjadi positif.
Terapi eksposur yang dilakukan untuk membantu pengidap menghadapi kondisi dan ingatan yang dapat memicu munculnya trauma dengan lebih efektif.
Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) yang dilakukan untuk membantu mengarahkan fokus pengidap ke gerakan benda atau suara tertentu ketika mengingat peristiwa traumatis.
2. Obat-obatan
Obat yang diberikan guna menangani PTSD bergantung pada gejala yang muncul dari setiap pengidap, misalnya:
Antidepresan untuk mengatasi depresi.
Anticemas guna mengatasi gangguan kecemasan.
Prazosin yang diberikan untuk mencegah pengidap mengalami mimpi buruk.
Jika obat yang diberikan tidak dapat mengatasi gejala PTSD secara efektif, dokter biasanya akan meningkatkan dosisnya. Sebaliknya, jika obat memberikan efek positif terhadap gejala yang muncul, dokter akan memberikannya setidaknya selama satu tahun, lalu menurunkan dosisnya dan menghentikan dosisnya secara bertahap.
Mengetahui bahwa PTSD juga termasuk merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang perlu mendapatkan penanganan yang tepat, maka tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan memiliki asuransi kesehatan yang mencakup kesehatan mental.
Melalui Allianz Flexi Medical Plan, kamu bisa mendapatkan fasilitas Layanan Konsultasi Dokter Online yang dapat digunakan H+1 sejak Polis aktif dengan maksimal 12x setahun untuk Psikolog klinis dan juga Psikiater.