Tidak ada seorang pun yang ingin mengalami kejatuhan finansial atau financial suicide. Sayangnya, beberapa orang gagal mengenali tanda-tanda kejatuhan finansial, sehingga terlambat untuk menghindari kondisi tersebut. Padahal, ada banyak kebiasaan sehari-hari yang bisa menjerumuskan kita pada kejatuhan finansial.
Agustina Fitria, Financial Planner Head Oneshildt Financial Planning mengatakan, kejatuhan finansial merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami defisit keuangan secara terus-menerus yang tidak diperbaiki. “Defisit keuangan ini bisa berasal dari faktor internal, yaitu kebiasaan sehari-hari dan gaya hidup, serta bisa juga berasal dari faktor eksternal seperti bencana atau peristiwa di luar kendali seseorang yang berdampak besar terhadap keuangan,” ujar Agustina kepada Allianz Indonesia, November 2021.
Kebiasaan sehari-hari yang bisa membawa seseorang pada kejatuhan finansial misalnya meminjam uang atau berhutang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari melalui pinjaman kartu kredit, serta dibarengi dengan pengeluaran yang tidak terkontrol, sehingga tagihan yang tadinya bisa dibayar lunas, menjadi cicilan dengan bunga tinggi. Selain itu, kejatuhan finansial juga bisa terjadi dari peristiwa di luar kendali kita, seperti kehilangan pekerjaan, terkena musibah kebakaran, kebanjiran, bencana alam, jatuh sakit, cacat, atau bahkan wafat. Tanpa persiapan keuangan yang matang, bencana dapat menyebabkan kejatuhan finansial.
Baca juga: Hati-hati! 7 Hal tentang Keuangan Ini Wajib Dibahas bareng Pasangan
Tanda-tanda kejatuhan finansial yang perlu diketahui sehingga bisa kamu hindari
Pada dasarnya, kejatuhan finansial, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal bisa kita hindari, lho. Asalkan kita mengetahui dan memahami tanda-tanda buruk yang bisa menyebabkan kamu terjebak dalam kondisi tersebut. Tanda-tanda ini umumnya berkaitan erat dengan keputusan finansial yang kita ambil sehari-hari. Apa saja?
1. Tidak menyusun tujuan keuangan
Menyusun tujuan keuangan akan membantu seseorang mengetahui jumlah dana yang dibutuhkan untuk masa depan, seperti dana pendidikan anak hingga dana liburan bersama keluarga. Sebaliknya, jika seseorang tidak menyusun tujuan keuangan, maka kondisi tersebut bisa mendorong seseorang memiliki utang dengan bunga tinggi, yang mengakibatkan seseorang terjebak dalam kondisi kejatuhan finansial. Hal tersebut juga disampaikan oleh Agustina kepada Allianz Indonesia, November 2021 “Jika punya tujuan keuangan, seseorang dapat mengkalkulasikan kebutuhan dana dan mempersiapkannya sejak jauh hari, sehingga terhindar dari berutang".
Contohnya utang konsumtif untuk membiayai liburan keluarga. Bayangkan, karena tujuan keuangan ini berasal dari berhutang, maka ketika pulang berlibur, seseorang masih perlu membayar cicilan hutang untuk dana liburan. Alhasil, liburan yang seharusnya membuat pikiran segar, malah menambah beban pikiran.
2. Tidak mempersiapkan dana pensiun
Setiap orang perlu mempersiapkan dana pensiun untuk membiayai kebutuhan di masa pensiun sebelum tutup usia. Seperti yang kita ketahui, seseorang akan memasuki usia pensiun ketika menginjak usia 55 tahun atau 60 tahun. Sementara, harapan hidup masyarakat Indonesia ada di kisaran 73 tahun. Artinya, ada rentang waktu 13 tahun hingga 15 tahun bagi seseorang untuk membiaya kebutuhan sehari-hari tanpa pemasukan yang tetap. Padahal di usia senja, masalah kesehatan lebih rentan muncul, sehingga sering kali menimbulkan biaya medis yang tidak sedikit.
Jika seseorang tidak mempersiapkan dana pensiun, maka ia berpotensi menggantungkan hidup kepada anak sehingga sang anak menjadi sandwich generation. Atau, kemungkinan lainnya, ia berpotensi mendanai kebutuhan masa pensiun dengan berutang dan menggadaikan aset, yang kemudian bisa menyebabkan kejatuhan finansial. “Idealnya, seseorang harus memikirkan dana pensiun yang bisa memenuhi kebutuhan hidup sampai tutup usia. Dana pensiun ini dapat berupa properti, emas, atau aset-aset keuangan seperti reksa dana, saham, surat berharga ritel, obligasi, dan sebagainya,” papar Agustina.
Baca juga: Mau Jadi Pahlawan Finansial? Ini Cara Melindungi Kondisi Keuangan Keluargamu
3. Tidak mencatat pemasukan dan pengeluaran
Tidak memiliki catatan arus kas, atau yang kerap kali disebut dengan pemasukan dan pengeluaran, juga merupakan tanda-tanda kejatuhan finansial yang perlu dihindari. Karena, tidak mencatat pengeluaran membuat seseorang tidak mengetahui pos-pos keuangan yang memiliki pengeluaran besar. Sebaliknya, jika seseorang punya catatan arus kas, ia dapat mengetahui pengeluaran apa saja yang membuatnya boros. “Jika mengetahui pos apa saja yang membuat boros, seseorang akan lebih mudah mengontrol pengeluaran, memudahkan pengelolaan keuangan agar tidak defisit, dan jika arus kas ada surplus, maka seseorang bisa lebih mudah mengalokasikannya untuk tujuan keuangan seperti dana pensiun, dana pendidikan anak, dan sebagainya,” terang Agustina.
Ia pun menyarankan seseorang agar mencatat arus kas mulai dari satu bulan. Setelah terbiasa untuk konsisten mencatat pemasukan dan pengeluaran selama sebulan, tentu akan lebih mudah untuk meneruskan kebiasaan ini selama setahun. Mencatat pemasukan dan pengeluaran tahunan juga akan membantu seseorang mengetahui pengeluaran tahunan yang besar seperti dana mudik dan tunjangan hari raya (THR) karyawan saat lebaran, dan sebagainya.
4. Belum mandiri secara finansial
Memiliki penghasilan merupakan kecerdasan finansial pertama yang perlu dikuasai oleh semua orang yang ingin melakukan perencanaan keuangan. Dengan memiliki penghasilan, seseorang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa bergantung pada orang tua, dan ini akan menciptakan kemandirian finansial. “Kemandirian finansial juga dapat terbentuk seiring berjalannya waktu. Misalnya ketika punya anak, kebutuhan bertambah, akhirnya kita dipaksa untuk meningkatkan penghasilan agar anak bisa hidup layak. Salah satu caranya bisa dengan mencari tambahan atau strategi lain yang berpotensi menghasilkan pendapatan,” kata Agustina.
5. Gali lubang, tutup lubang
Gali lubang, tutup lubang menggambarkan kebiasaan seseorang yang membayar tagihan hutangnya dengan hutang lain. Padahal, hutang lain menerapkan bunga yang tidak sedikit. Jika kebiasaan ini dilakukan secara terus menerus, akhirnya seseorang bisa memiliki arus kas yang berantakan, serta terjerat dalam hutang dan bunga yang tinggi. Agar terlepas dari kejatuhan finansial gali lubang, tutup lubang, seseorang harus menutup hutangnya terlebih dahulu sebelum mencari utang baru. Caranya bisa dengan mengajukan restrukturisasi pada bank yang memberikan hutang, misalnya dengan menurunkan tingkat bunga dan memperpanjang tenor pinjaman.
Cara selanjutnya ialah dengan memangkas biaya-biaya yang tidak mendesak demi mengerem pengeluaran. “Penting juga bagi kita untuk membuat prioritas dalam pengeluaran dan kebutuhan yang bisa dipotong. Misalnya, mencari tempat belanja bulanan yang harganya lebih murah, membawa bekal sendiri saat pergi ke kantor, mendidik anak agar tidak boros jajan, dan sebagainya,” kata Agustina.
6. Tidak punya asuransi
Tanda-tanda berikutnya yang bisa menyebabkan kejatuhan finansial ialah tidak memiliki asuransi. Padahal, asuransi berfungsi sebagai proteksi yang memberikan perlindungan keuangan jika terjadi kejatuhan finansial yang berasal dari faktor eksternal, seperti jatuh sakit, tutup usia, kebakaran, kecelakaan, dan sebagainya. Karenanya, penting bagi seseorang untuk melindungi diri dan keluarga dengan asuransi sesuai kebutuhan, seperti misalnya asuransi jiwa untuk pencari nafkah, asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga, dan asuransi kendaraan untuk mobil, serta asuransi kerugian untuk rumah.
Baca juga: COVID-19 akan menjadi Endemik? Berikut yang Harus Kita Ketahui dan Persiapkan!
Itulah enam tanda-tanda buruk yang bisa menyebabkan seseorang terjebak dalam kondisi kejatuhan finansial. Yuk, kenali dan hindari agar kamu bisa menghindari kondisi tersebut di masa depan!