Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa ADHD adalah kondisi yang hanya diidap oleh anak-anak. Padahal, kondisi ini dapat bertahan hingga pengidapnya beranjak dewasa. Jika tidak ditangani secara tepat, ADHD dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama pada tumbuh kembang anak.
Oleh sebab itu, orang tua harus peka dan paham cara menangani sang buah hati dengan kondisi ADHD. Kepekaan dan pemahaman orang tua akan sangat membantu dalam menangani kebutuhan khusus anak, sekaligus juga mendukung perkembangan mereka secara lebih optimal.
Lantas hal apa saja yang perlu diketahui tentang ADHD? Simak terus artikel ini untuk penjelasan selengkapnya!
Baca juga: 5 Manfaat Terapi untuk Kesehatan Mental
Apa itu ADHD?
Dilansir dari American Psychiatric Association, attention-deficit/hyperactivity disorder atau ADHD adalah salah satu kondisi gangguan mental yang paling umum terjadi pada anak-anak. ADHD sendiri lebih dikenal sebagai gangguan perkembangan neurologis yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk mengelola emosi, pikiran, serta tindakannya sendiri.
Kondisi ADHD umumnya mulai didiagnosa sejak masa kanak-kanak, namun juga tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi ini dapat terus berlanjut hingga dewasa.
Mengingat ADHD dapat mencakup kombinasi gangguan perilaku impulsif, hiperaktif, dan kesulitan memusatkan perhatian, kondisi ini dapat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari pengidapnya. Apabila tidak ditangani dengan serius, ADHD dapat membuat pengidapnya merasakan banyak kesulitan, baik secara kognitif, emosional, akademis, hingga hubungan sosial.
Penyebab ADHD
1. Genetika
Penelitian menemukan bahwa ADHD dapat diwariskan dan menjadi penyebab seseorang mengidap kondisi tersebut.
Seseorang yang memiliki orang tua dan juga saudara kandung dengan ADHD memiliki risiko lebih besar mengidap ADHD. Penelitian ini yang menjadi landasan mengapa genetika dapat dianggap sebagai faktor penyebab ADHD.
2. Fungsi dan Struktur Otak
Menurut para pakar, pengidap ADHD lebih mungkin memiliki ketidakseimbangan dalam tingkat neurotransmitter di otak.
Neurotransmitter sendiri merupakan senyawa kimia di dalam tubuh yang berfungsi untuk mendistribusikan sinyal dari neuron ke neuron lain dalam berbagai jaringan tubuh. Senyawa ini memegang peranan penting dalam sistem saraf untuk mengontrol setiap aktivitas yang dilakukan.
3. Paparan Zat Berbahaya
Selain cedera pada kepala, paparan timbal yang tinggi juga dapat berkontribusi terhadap pengembangan ADHD.
Anak akan lebih besar berisiko mengidap ADHD jika ibu merokok, minum alkohol, mengonsumsi narkoba, lahir secara prematur, hingga terpapar timbal selama masa kehamilan.
Gejala ADHD
1. Gejala Inatensi
Gejala inatensi atau sulit untuk memfokuskan perhatian adalah gejala umum yang dapat ditunjukkan oleh pengidap ADHD, berikut adalah daftar gejala inatensi:
● Sulit fokus dalam mengatur dan menyelesaikan tugas.
● Mudah mengabaikan detail-detail kecil.
● Sulit mengikuti instruksi dan percakapan.
● Mudah terdistraksi.
● Sering melupakan hal-hal yang harus dilakukan.
2. Gejala Hiperaktif-Impulsif
Berikut adalah daftar gejala hiperaktif-impulsif yang ditunjukkan oleh pengidap ADHD:
● Mudah gelisah dan banyak bicara.
● Sulit untuk tenang atau diam (duduk, saat makan, atau saat mengerjakan tugas tertentu).
● Bersikap impulsif dengan melakukan sesuatu secara spontan tanpa pikir panjang.
● Menyela pembicaraan.
● Sulit menunggu giliran.
Cara Mengatasi ADHD
1. Gejala Inatensi
2. Manajemen Perilaku
3. Menghubungi Profesional
Jika gejala ADHD mulai parah dan tidak ada tanda-tanda ke arah yang positif, jangan ragu untuk menghubungi profesional seperti dokter atau penyedia layanan kesehatan.
Dengan begitu, penanganan ADHD dapat lebih optimal karena adanya intervensi sejak dini, terutama untuk konsumsi obat-obatan yang harus sesuai dengan dosis dan anjuran dari dokter.
ADHD adalah jenis gangguan mental yang tidak boleh disepelekan, menimbang kondisi ini dapat memicu komplikasi serius yang tidak hanya dirasakan sejak kanak-kanak, melainkan juga dapat berdampak hingga dewasa.