Jakarta, 9 Maret 2021 – Penyebaran virus Covid-19 yang pertama kali ditemukan pada akhir 2019 di Wuhan, Tiongkok, menyebar secara cepat dan masif ke seluruh penjuru dunia. WHO kemudian menyatakan wabah virus Covid-19 sebagai pandemi global pada bulan Maret 2020. Perubahan pun terjadi di seluruh aspek kehidupan, yang akhirnya berdampak pada ekonomi dunia dan berimbas juga pada pasar modal.
Pandemi Covid-19 menjadi sentimen utama dalam pergerakan pasar modal sepanjang tahun 2020. Pembatasan gerak akibat lockdown menyebabkan ekonomi melambat, setelah masyarakat diharuskan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah saja demi menekan angka penyebaran virus. Hal ini terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia, sehingga ketidakpastian ekonomi yang begitu tinggi membuat pasar modal terkoreksi dalam.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menyentuh titik terendah pada tanggal 24 Maret 2020, terkoreksi hingga minus 37,49%. Begitu juga dengan obligasi yang terkoreksi dalam di -3.65% karena adanya arus modal keluar (capital outflows) yang cukup deras, baik di pasar saham maupun obligasi. Pada penutupan tahun 2020 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tercatat terkoreksi -5,09% secara year-to-date (ytd) di level 5.979. Kemudian indeks obligasi/IBPA naik 14,38% secara year-to-date (ytd), sedangkan Rupiah sejak awal tahun melemah 1.33% ke level Rp14.050/US$.
Pemerintah seluruh negara di dunia berusaha menyelamatkan masyarakat dari penyebaran virus dan perekonomian negaranya di saat yang bersamaan. Sehingga kebijakan fiskal dan moneter harus diterapkan untuk mengalirkan stimulus yang dapat membantu perekonomian negara masing-masing. Dampak stimulus ini mulai terlihat dengan perbaikan ekonomi di kuartal ketiga 2020, setelah pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua terkoreksi cukup dalam.
Di tengah pandemi, tahun 2020 juga merupakan tahun politik bagi Amerika Serikat (AS). Periode masa pemilihan menambah volatilitas dan koreksi pada pasar global. Dengan adanya koreksi tersebut, peluang investasi menjadi lebih baik karena investor mulai mengalihkan fokus ke emerging market, terutama Asia. Terpilihnya Joe Biden menjadi angin segar untuk pasar karena dianggap akan lebih memberikan kepastian melalui janji-janji politiknya untuk perbaikan ekonomi AS, serta diharapkan hubungan dagang Amerika dan Tiongkok akan lebih kondusif.
Di Indonesia, beberapa langkah pun dilakukan oleh pemerintah untuk membantu pemulihan ekonomi dengan menggelontorkan stimulus fiskal dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta melakukan skema pembagian beban atau burden sharing dengan menjaga stabilitas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi agar tetap terkendali serta memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter. Omnibuslaw atau RUU Cipta Kerja pun telah berhasil disahkan dan diharapkan dapat menarik investor asing dan membantu Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia.