Berdasarkan penuturan WHO (World Health Organization), orang lanjut usia (lansia) lebih berisiko mengalami komplikasi berat saat terserang COVID-19, dibandingkan orang dewasa atau anak-anak. Hal ini karena biasanya lansia memiliki penyakit bawaan seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan penyakit kronis lainnya.
Selain itu, alasan mengapa COVID-19 bisa berpengaruh lebih buruk pada lansia, yaitu karena mereka mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh akibat penuaan. Meski demikian, penyakit ini tidak hanya berakibat buruk pada lansia saja. Bisa dibilang, COVID-19 tidak pandang bulu, karena banyak orang dewasa muda, remaja, bahkan anak-anak juga bisa tertular dan membutuhkan perawatan intensif bahkan hingga meninggal dunia.
Berkaca pada fakta bahwa golongan lansia memang berisiko tinggi, sudah selayaknya lansia lebih berhati-hati dan waspada selama pandemi ini. Kewaspadaan dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kebersihan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun dan air, memakai masker, dan menjaga jarak.
Sebaiknya, lansia tidak banyak beraktivitas di luar rumah. Namun meski sudah #DiRumahAja, lansia bisa saja terinfeksi melalui anggota keluarga lain yang berada dalam satu rumah.
Ketika terinfeksi, mungkin saja lansia harus menjalani perawatan yang lebih lama di rumah sakit. Kekhawatiran kemudian muncul karena ketidaksiapan keluarga dalam menanggung biaya berobat orangtua mereka. Persoalan biaya berobat memang sering menjadi kekhawatiran, tidak hanya di masa pandemi COVID-19 saja.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 yang ditetapkan pada 4 Februari 2020 lalu, negara akan menanggung perawatan pasien penderita COVID-19. Namun sejauh mana pertanggungan negara dalam membiayai pasien COVID-19?
Seperti yang tercantum dalam Permenkes No. 59 Tahun 2016, pembiayan negara dimulai sejak pasien ditetapkan sebagai suspek (pasien dalam pengawasan/PDP) hingga keluar hasil pemeriksaan konfirmasi laboratorium. Pembiayaan juga bisa dimulai sejak pasien dinyatakan positif menderita COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan konfirmasi laboratorium, hingga dinyatakan sembuh atau meninggal dunia.
Baca juga: Ketahui Jenis Alat Tes untuk Mendeteksi COVID-19
Pembebasan biaya meliputi komponen biaya administrasi pelayanan; pelayanan dan perawatan di IGD, ruang isolasi, ruang ICU dan jasa dokter; pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi) sesuai dengan indikasi medis; obat-obatan, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai; rujukan; dan pemulasaran jenazah (kantong jenazah, peti jenazah, transportasi dan pemakaman.
Baru-baru ini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah membuat satuan biaya penggantian atas biaya perawatan pasien. Satuan biaya tersebut tertuang dalam lampiran Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK.02/2020 tertanggal 6 April 2020.
Surat ini berisi pedoman pihak rumah sakit mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan untuk mengganti biaya perawatan pasien COVID-19. Surat ini membatasi besaran nilai top tup per hari untuk menghitung tarif klaim pasien rawat inap.
Sebagai gambaran, untuk pasien COVID-19 tanpa komplikasi, biaya perawatan di ruang ICU dengan ventilator mencapai Rp15,5 juta per hari dan tanpa ventilator Rp12 juta per hari. Lalu perawatan di ruang isolasi tekanan negatif dengan ventilator Rp10,5 juta, tanpa ventilator Rp7,5 juta. Sedangkan perawatan di ruang isolasi non tekanan negatif dengan ventilator Rp10,5 juta per hari dan tanpa ventilator Rp7,5 juta per hari.
Untuk pasien COVID-19 dengan komplikasi, biaya perawatan di ruang ICU dengan ventilator Rp16,5 juta per hari dan tanpa ventilator Rp12,5 juta per hari. Lalu perawatan di ruang isolasi tekanan negatif dengan ventilator Rp14,5 juta, tanpa ventilator Rp9,5 juta. Sedangkan perawatan di ruang isolasi non tekanan negatif dengan ventilator Rp14,5 juta per hari dan tanpa ventilator Rp9,5 juta per hari.
Baca juga: Prosedur Standar Para Tenaga Medis dalam Menangani Pasien COVID-19
Namun dalam praktik di lapangan, banyak keluarga yang akhirnya harus mengeluarkan uang sendiri karena biaya perawatan melebihi yang ditanggung pemerintah. Pada situasi inilah memiliki asuransi kesehatan akan sangat membantu.
Bagaimana pentingnya memiliki asuransi kesehatan bagi lansia di saat pandemi Corona?
Memberikan ketenangan dan kepastian perlindungan
Besarnya biaya yang mungkin timbul akibat perawatan COVID-19, mungkin menimbulkan kekhawatiran bagi keluarga yang akan menanggung. Kehadiran asuransi bisa memberikan ketenangan, karena orangtua tercinta memiliki proteksi dari risiko.
Rasa tenang ini tidak hanya dirasakan oleh keluarga, tapi juga pasien. Asuransi dapat meningkatkan rasa percaya diri bagi individu tertanggung, sehingga pasien bisa lebih fokus dalam proses penyembuhan.
Memberikan manfaat tambahan di luar pertanggungan biaya perawatan
Selain penggantian biaya perawatan, asuransi juga bisa memberikan manfaat tambahan lain seperti manfaat santunan harian. Santunan harian ini bisa digunakan untuk membayar biaya lain yang timbul selain dari biaya medis. Misalnya transportasi dan akomodasi anggota keluarga dan bahkan biaya hidup bagi keluarga di rumah.
Jika pasien meninggal dunia, asuransi, khususnya polis asuransi jiwa, dapat memberikan uang pertanggungan bagi keluarga yang ditinggalkan. Ini sangat bermanfaat, terutama jika pasien memiliki anggota keluarga yang masih harus dinafkahi.
Memungkinkan mendapat pelayanan kesehatan yang layak dengan cepat
Asuransi memungkinkan pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dengan cepat. Pihak keluarga tidak perlu membayar uang muka atau jaminan, karena pihak asuransi berperan sebagai jaminan pembiayaan pada rumah sakit.
Baca juga: Ekonomi Lesu Akibat Pandemi, Bagaimana Mengelola Keuangan yang Tepat?
Di era pandemi seperti sekarang, asuransi kesehatan semakin menjadi kebutuhan. Namun sebelum memutuskan membeli polis asuransi kesehatan, pahami terlebih dahulu bahwa semakin tua usia pemegang polis, maka semakin mahal pula premi yang harus dibayarkan. Biaya premi juga bisa dipengaruhi oleh penyakit kritis yang diderita oleh calon pemegang polis sebelum mendaftar asuransi.